A Girl Thoughts - Lifestyle and Beauty Blog by Hanifa Setiatmadji

  • Home
  • Beauty
  • Travel
  • Self Growth
  • Sponsored
  • About Me
  • Recognition
  • CONTACT

Yesterday, I had to face something that sucked up all my emotions. Kemarin... melelahkan sekali buatku. Biarkan aku jelaskan kepadamu.

Januari 2017 adalah puncak dari semua emosi campur aduk yang aku pendam selama ini. Tidak pernah menyangka kalau ternyata aku akan menghadapi masalah yang selama ini aku berusaha hindari. Ternyata usahaku tidak maksimal untuk menghindari masalah yang aku punya saat ini. Pada saatnya aku harus mengalami, aku tidak kuat. Aku bukan orang yang expert masalah ketahanan emosi.

Sampai akhirnya emosiku tumpah dan aku merasa ingin menyerah. Rasanya gejala depresi sudah aku alami dan hampir saja aku berhenti berusaha lagi. Aku capek. Capek dengan semua anggapan negatif tentang aku yang selalu orang lontarkan dengan mudah dari mulut mereka. Saat aku berusaha berpikir positif, respon negatif tetap saja aku dapatkan.

Aku sudah capek! 

Aku capek berpura-pura bahwa aku baik-baik saja, bahwa semua ini akan berujung manis saat tiba waktunya. Aku capek berandai-andai tentang emasnya masa depan saat kelamnya badai masih aku rasakan. Aku capek memposisikan diriku sebagai si kalah, yang pada kenyataannya aku tidak salah.

Sendiri. Hanya itu yang aku rasakan saat ini. Hilang arah? Ya, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan posisiku saat ini.

Baca juga: Aku Enggan Dewasa

Tapi sungguh jahat diriku, melupakan orang-orang yang masih sayang kepadaku. Mereka yang masih dengan setia menyemangatiku walau aku berkali-kali mengeluhkan hal yang seakan sia-sia kepada mereka. Aku masih dikelilingi api yang tak pernah padam memotivasi diri. Ada satu orang di antara mereka yang selalu dan tidak pernah lelah untuk berdoa dan membimbingku menjadi pribadi yang lebih baik.
 
Dia adalah ibuku.

Aku sempat menangis histeris karena aku tidak tahan lagi dengan cobaan yang Tuhan berikan kepadaku. Ibu ada di sana, menenangkan, mengingatkanku untuk mengucap Istighfar, menahanku untuk berbuat sesuatu yang di luar kendaliku, dan memelukku erat sambil berkata, "Nduk... uwis nduk... uwis..." (Nak... sudah nak... sudah...).

Tangisanku tidak berhenti. Aku lanjutkan dengan makian-makian yang selama ini aku telan. Pelukan ibu terasa makin erat hingga aku akhirnya lelah menangis dan berteriak. Aku kembali ditenangkan dan pelukan ibu lepas saat aku mulai merasa lemas.

"Uwis?"
"Sampun..."
"Saiki tak kandhani ya... Ibu ora tau kecewa karo kowe. Wong liya ora tau ngerti apa wae sing mbok lakoni. Tapi ibu ngerti, ibu paham. Isih ana wektu nggo ngrampungke. Sholate aja lali, kudu luwih apik. Ditambah karo ibadah liyane. InsyaAllah Gusti Allah ngewangi. Delok wae mengko."

Baca juga: Mom's Feeling


Hatiku kembali tenang. Ritme nafasku yang tadinya tersengal-sengal, kini kembali normal. 

Ibu, sudah hampir 25 tahun aku menjadi anakmu, tak pernah sekalipun aku merasa bahwa aku telah berhasil membanggakanmu. Kalau ibu harus memilih anak mana yang harus ibu beri cinta, bukan aku yang pantas jadi pilihan utama.

Kenapa ibu terus mendorongku dengan kata-kata positif? Ada ibu di luar sana yang menghinaku dengan ungkapan negatif. Tapi tidak dengamu, Bu. Ibu terus membina walau aku terus-menerus membuatmu kecewa.

Apa jadinya kalau ibu tidak ada?

Bayangan akan ketiadaan itu adalah mimpi buruk bagiku. Aku tidak mau mengimajinasikan sesuatu yang begitu menyedihkan bagiku. Tapi, Bu, bila tiba waktunya ibu tidak bersamaku lagi, aku akan mencoba ikhlas. Nyatanya bayangan itu membuatku sadar bahwa mulai saat ini aku harus selalu memberikan yang terbaik kepadamu.


Baca juga: Memory of Grandpa

Ibu, aku tidak akan berhenti hanya karena aku merasa lelah dan ingin menyerah. Because you never give up on me. Neither do I.

"A mother is the truest friend we have, when trials heavy and sudden fall upon us; when adversity takes the place of prosperity; when friends desert us; when trouble thickens around us, still will she cling to us, and endeavor by her kind precepts and counsels to dissipate the clouds of darkness, and cause peace to return to our hearts"

 ― Washington Irving

I love you, Mom. With all my heart.



(PS: Tulisan ini bukan karangan fiksi. Ini benar-benar aku alami hari Jumat kemarin. Semua yang aku tulis di sini menjadi bahan refleksi untuk aku dan teman-teman yang sekiranya merasakan hal yang sama. See you on the next post!)
  • 26 Comments

Bonjour!

Katakanlah aku manusia jadul karena baru bahas ini di blog. Aku merasa gojag-gajeg saat mempertimbangkan mau review tentang produk kecantikan yang kayak gimana di blogku. Basically, aku bukan beauty blogger tapi aku suka banget sama hal-hal yang berkaitan dengan beauty. Oke, kalau gitu aku akan bahas yang sering banget aku pakai dan nggak akan pernah lepas dari makeup routine-ku.  

I'll talk about my current eyeliner, Mizzu Perfect Wear Eyeliner Pen!


 Mizzu Perfect Wear Eyeliner Pen

Pertama aku tahu eyeliner ini adalah dari temen deketku, Dina. Sudah sejak lama aku pengen punya eyeliner yang pengaplikasiannya gampang dan nggak memakan banyak waktu saat harus buru-buru. Because girls, I tell you, I was late to go to my class when I was in 5th semester because I felt the need to wear eyeliner.

Parah bener yak aku telat masuk kelas gara-gara harus pakai eyeliner dulu. HAHAHA. Eyeliner pertamaku dulu adalah kado dari Dina juga. Kalau nggak salah dari Sariayu yang di sisi satunya ada mascara juga. Bagus sih dari segi packaging, 2 in 1 gitu. Tapi kalau udah agak lama pakai tuh, jadi susah bangeeeeeeeeet. 


Baca juga: 7 Beauty Hacks from Wardah Beauty Class

Lhah, kok malah ngomongin merk lain? Okay, back to topic.

Kita lihat dari sisi packaging. Kalau kata Suhay Salim, parah! Cantik bangetlah packagingnya. Packaging Mizzu itu khas banget. Pasti ada garis-garis hitam putih kayak zebra dan keterangan produknya terlihat jelas dari boxnya. Untuk eyelinernya sendiri, packagingnya juga simpel tapi terkesan elegan dan nggak ribet. Bagus banget kalau buat aku pribadi.

What a pretty package of Mizzu Perfect Wear Eyeliner Pen

Eyeliner Mizzu yang jenis ini tersedia dalam 2 warna, yaitu brown dan black. Aku pilih black karena... aku suka aja. Duh! Dari keterangannya, eyeliner Mizzu Perfect Wear Eyeliner Pen ini berisi 2 ml. Ringan banget dan nggak berbau terlalu chemical.

Bagian terbaik dari eyeliner ini adalah ujungnya yang runcing dan serupa dengan spidol. Ukurannya pun 11:12 sama spidol biasa. Ini yang bikin pengaplikasiannya jadi GAMPANG BANGET OH MY GOD. Maybe I'm a little too excited, tapi percayalah, hal ini memang sangat membantuku saat lagi buru-buru karena langsung kering dalam beberapa detik. Karena aku tipe orang yang suka last minute. Damn, aib kok diumbar sih.


Its design makes it easier to apply

Setelah pakai beberapa jam, jujur aku agak kecewa saat tahu ternyata eyeliner ini nggak totally waterproof. Karena aku muslim, aku jelas cari eyeliner yang bener-bener waterproof. Setelah sekali wudlu, eyeliner ini hilangnya keliatan banget, jadi perlu ditebalkan lagi tiap habis sholat. 

And it's not smudgeproof at all. Jadi walau nggak kontak intense sama air, eyeliner ini akan sedikit luntur ke bawah mata. Sedikit banget kok, jadi bisa langsung ilang pas dilap dengan jari doang.

Baca juga:  Review L.A. Girl Beauty Brick Eyeshadow Collection (Nudes)

Overall, I quite love this product. Walau level waterproof-nya nggak sesuai ekspektasiku, tapi aku jatuh cinta banget sama kemudahan aplikatornya. Sebelumnya aku pakai eyeliner cair yang agak ribet saat dipakai buru-buru. Tapi Mizzu Perfect Wear Eyeliner Pen ini nggak ribet sama sekali. Cocok banget buat kalian yang masih rookie. Harganya pun terjangkau banget. Kurang lebih Rp 40.000,- dan bisa kita dapat di berbagai online shop maupun di counternya.


 Hasilnya lumayan oke dan terasa ringan

7 out of 10
Around IDR 40.000,-
You can buy on online shop or Mizzu's counter
All right then. That's all my words about Mizzu Perfect Wear Eyeliner Pen. See you on the next post! Au revoir!
  • 6 Comments
penenang rasa kecewa

Tahun 2017 sudah memasuki hari ke-23. Mungkin ada di antara kalian yang bertanya-tanya, kenapa aku belum ngeblog lagi sejak akhir tahun lalu? Jawabannya... aku juga nggak tahu secara pasti. Tapi awal tahun ini terasa sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Baru sekitar 3 minggu menjalani tahun yang baru, perasaanku udah naik-turun banget kayak roller coaster. Literally, naik-turunnya emang ekstrim nggak karuan.

Kayak gimana sih emangnya?

Jadi di awal tahun ini, aku mengalami rasa kecewa yang amat sangat mendalam. Bisa dibilang, aku udah terlalu bergantung sama sesuatu yang belum pasti jadi rejekiku. Tiba saatnya aku menerima jawaban, ternyata aku nggak dapet jawaban pasti. Lama nunggu jawaban yang pasti, ternyata aku dipersilahkan untuk nggak berharap lagi. Lebih sakit lagi, cara penyampainnya tuh seakan-akan kayak... "BHAY INI BUKAN BUAT LO!"

AAAAAAAAAAARGH. Damn it. It hurts.

Baca juga: Rencana Jadi Wacana? 3 Hal Inilah Penyebabnya!

Sempet beberapa hari aku mikir, ini kenapa kok bisa sampe gini? Sedih? Iya. Banget malah. Tapi yaudah deh mau gimana lagi. Aku harus berdamai dan mencari langkah penenang jiwa yang dilanda rasa kecewa. Begitu juga dengan kalian yang mungkin mengalami masalah yang sama dengan apa yang aku alami di awal tahun baru ini. Jadi, apa aja langkah-langkahnya?

1. Jangan diambil hati

Kenapa nggak boleh diambil hati? Karena ujung-ujungnya kita hanya semakin terpuruk dalam perasaan kalut dan makin galau bahasa kekiniannya. Kita tahu perasaan kecewa itu sudah kronis saat kita mulai terlalu sering menyalahkan keadaan dan diri kita sendiri. Gara-gara inilah, gara-gara itulah, makin lama makin parah. Saat udah parah, kita merasa bahwa berharap itu nggak ada gunanya lagi dan akhirnya menyerah.

Kecewa adalah satu dari banyak bentuk emosi yang kita rasakan. Saat kita merasa kecewa, ada baiknya kita mengambil waktu untuk berpikir lebih jernih sebelum memutuskan untuk melakukan langkah berikutnya. Bisa jadi hanya dalam waktu beberapa jam atau bahkan berhari-hari. Ijinkanlah hati kita dan pikiran kita untuk merasakannya dan terbiasa dengan rasa kecewa.

2. Lihat dari sudut pandang lain

Saat kita dikecewakan oleh suatu hal, biasanya reaksi kita adalah menyalahkan keadaan. Rasa kecewa memang tergolong dalam bentuk emosi negatif karena apa yang terjadi nggak sesuai ekspektasi. Kepala tuh rasanya udah nge-block kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa jadi hikmah dari kejadian ini.

Baca juga: Quarter Life Crisis? Just Suck It Up!

Saat yang aku harapkan ternyata nggak bisa aku dapatkan, aku biasa nulis pro dan kontra dari situasi yang aku alami. Pasti ada celah keuntungan yang bisa kita manfaatkan dari sana. Kalau kita nggak dapet A, mungkin kita akan dapet B-Z. Bisa jadi waktunya bukan sekarang. Rasa kecewa itu bagian dari proses pembelajaran. Kalau nggak mau larut di dalamnya, paksa hati dan akal sehat kita untuk melihat kemungkinan yang lain.

3. Introspeksi diri

Sering kali saat aku merasa kecewa, aku langsung menuduh pihak pemberi harapan yang jadi biang keroknya. Padahal bisa jadi itu karena sikapku sendiri. Seperti yang sudah aku jelaskan di poin 1 dan 2, we tend to blame the situation. That's right. Tapi bukan berarti hal itu haram dilakukan. Menyalahkan keadaan itu manusiawi banget kok. Tinggal gimana cara kita nge-handle perasaan kecewa itu sendiri.

Baca juga: Kaitan Antara Setan dan Rasa Malas

Introspeksi diri tidak bisa diartikan dengan berubah menjadi sesuatu yang bukan diri kita. Proses introspeksi kita lakukan untuk memperbaiki diri dan berubah ke arah yang lebih baik. We can still be ourselves. Just make it sure that we understand what to do in where we are. Introspeksi bisa membuat kita lebih baik dalam memposisikan diri dalam situasi-situasi tertentu, membuat kita lebih menghargai dan dihargai oleh orang lain.

4. Mencoba kembali pada kesempatan lain

Kita tahu kita sembuh dan bangkit dari rasa kecewa saat kita mencoba lagi. Tandanya rasa kecewa sudah kita tempatkan di masa lalu and hello brighter future! Bukan berarti kita benar-benar sudah melupakan rasa kecewa itu, hanya saja kita sudah melaluinya dan belajar darinya. Kita belajar untuk tidak ambil hati karenanya, mencoba untuk melihat kemungkinan-kemungkinan positif lain, dan mengoreksi kesalahan dengan berintrospeksi. 

Dengan mencoba kembali, kita membuktikan (setidaknya kepada diri sendiri) bahwa kita termasuk pribadi yang kuat dan percaya bahwa Tuhan telah merencanakan yang terbaik untuk kita.

5. Do more, expect less

Kita sudah mencoba untuk kembali memanfaatkan kesempatan yang datang untuk ke-sekian kalinya. Lalu, apa yang harus kita lakukan berikutnya?

Pasrah.

Pasrah tidak sama dengan menyerah. Menyerah biasa terjadi sebelum kita mulai berusaha kembali. Lain halnya dengan pasrah. Pasrah berarti membiarkan Tuhan bekerja dengan caranya setelah kita berusaha keras untuk mencapai keinginan kita. Kalau sudah pasrah dan ternyata masih belum jadi milik kita, setidaknya perasaan kecewa bisa lebih cepat teratasi. Because we feel nothing to lose. 

"To deal with disappointment, we have to accept it and learn from it"

Merasakan kekecewaan tidak lantas membuat kita jadi pribadi yang pesimis. Rasa kecewa yang pernah kita alami membuat kita lebih berhati-hati akan harapan-harapan yang kita tinggikan sendiri. Jangan sampai rasa kecewa menelangsakan hidup kita. Pikiran yang sehat adalah bagian dari hidup yang lebih bersemangat.

So, let's be positive and see you on the next post! Au revoir!
  • 22 Comments

About me

a

Hello there! I'm Hanifa, a lifestyle and beauty blogger who occasionally talk about blogging and travelling . Click here to find out more about me. For further information and business inquires, email me to ivalativa@gmail.com ✉


Search This Blog

Blog Archive

  • ►  2023 (6)
    • ►  May (1)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (27)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (4)
    • ►  September (5)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (22)
    • ►  October (5)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (5)
  • ►  2020 (24)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (5)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2019 (36)
    • ►  December (2)
    • ►  November (5)
    • ►  October (3)
    • ►  September (5)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (4)
    • ►  May (3)
    • ►  April (6)
    • ►  March (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (60)
    • ►  December (5)
    • ►  November (5)
    • ►  October (5)
    • ►  September (2)
    • ►  August (3)
    • ►  July (7)
    • ►  June (6)
    • ►  May (5)
    • ►  April (8)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (5)
  • ▼  2017 (55)
    • ►  December (5)
    • ►  November (5)
    • ►  October (5)
    • ►  September (6)
    • ►  August (9)
    • ►  June (6)
    • ►  May (2)
    • ►  April (6)
    • ►  March (5)
    • ►  February (3)
    • ▼  January (3)
      • Mommy's Always Right, Even When She's Wrong
      • Review Mizzu Perfect Wear Eyeliner Pen
      • 5 Langkah Penenang Jiwa yang Dilanda Rasa Kecewa
  • ►  2016 (38)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (2)
    • ►  May (8)
    • ►  April (4)
    • ►  March (3)
    • ►  February (5)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2014 (1)
    • ►  November (1)

Follow Me

  • instagram
  • tiktok
  • facebook
  • pinterest
  • twitter
  • youtube

Popular Posts

  • Berniat Membeli Mobil Toyota Kijang Innova Bekas? Berikut 5 Tipsnya!
  • Sering Bepergian Menggunakan Motor? Perhatikan Bagian Ini Saat Service!
  • Review Purbasari Oil Control Matte Powder

Categories

Sponsored (127) Beauty & Fashion (101) Self Growth (50) Food & Travel (40) Event Report (33) Blogging & Social Media (21)

Blogger Communities




Followers

Pageviews

instagram

Template Created By :Blogger Templates | ThemeXpose . All Rights Reserved.

Back to top