Menyerah Agar Tetap Hidup dan Berjuang

menyerah agar tetap hidup dan berjuang

Baru nyadar bulan Mei lalu bener-bener nggak publish blog post sama sekali. Padahal pas ngecek, ternyata ada draft yang masih stuck dan bisa segera diseleseikan, tapi kayak macet dan nggak ada semangat buat nglanjutin aja gitu. 

Yah, masalah nggak ada semangat, itu juga yang bikin saya ngerasa kalau Q2 ini berat banget buat saya. Jatuhnya sih antara pengen beneran atau terpaksa slowing down, terutama terkait freelance projects yang nggak banyak diambil beberapa bulan belakangan. Ada beberapa tawaran buat ngebantu usaha temen, tapi kayak tenaganya nggak ada buat ngurusin.

Baca juga: 3 Hal yang Saya Pelajari Selama 7 Tahun Ngeblog

Capek? Iya. Jujur capek banget sama situasi saya beberapa minggu belakangan. Ramadhan lalu saya ngerasa di rock bottom dan akhirnya kena burnout yang cukup parah sampe nggak produktif di aspek kerjaan utama. Padahal pekerjaan tersebut yang menghidupi saya dan keluarga selama 3.5 tahun belakangan.

Di masa krisis ini, saya bener-bener sampe kehilangan minat untuk hal-hal yang membuat saya passionate menjalani hidup. Ngeblog, bikin konten, ngeMC, ketemu temen-temen, hampir semua males saya lakukan. Padahal itu yang bikin bahagia dan ngebantu saya mengembalikan semangat lagi untuk bekerja. Karena nggak kunjung membaik, akhirnya saya memutuskan untuk meminta bantuan psikolog.

ilustrasi rasa malas oleh elizabeth lies

Asli, males banget ngapa-ngapain dan itu berlangsung sampe 3 minggu berturut-turut

Setelah sesi konsultasi dengan psikolog, saya mulai bisa memahami penyebab utama mengapa saya bisa mengalami hilang minat dan practically nggak ada semangat hidup. Saya nggak ada keinginan untuk bunuh diri, tapi saya juga nggak mau bergerak maju. Padahal untuk melanjutkan hidup, mau nggak mau kan kita harus tetep melangkah maju dan menghadapi realita yang nano-nano. 

Selain itu, saya punya cita-cita, tapi saya takut di perjalanan nanti akan mendapat penolakan, gagal mencapai apa yang sudah saya ekspektasi, dan berakhir dengan rasa frustasi.  Perasaan ini semacam loop hole bisa jadi salah satu faktor burnout yang saya rasakan. Apalagi kuatnya perasaan tentang apa yang bisa saya kendalikan tuh nggak cukup dan beberapa orang memang menuntut saya untuk lebih, saat mereka sendiri nggak ngerti bahwa harapannya sudah di luar kendali saya. 

Baca juga: 5 Cita-cita yang Ingin Saya Wujudkan di Umur 30an

Lalu mulailah serangan argumen di mana saya mulai dibandingkan dengan orang lain yang struggle-nya jauh berbeda dengan apa yang saya punya dan alami. Wah, cukup bikin sakit hati juga tuh. Kalau saya nggak segera sadar diri, mungkin saya sudah masuk ke kubangan rasa bersalah yang teramat dalam.

Beberapa orang ini emang kerap kali nggak mendengarkan kecuali mereka menjalani dan mengalaminya sendiri. Saya pengen banget nyerah karena terus terang meyakinkan mereka membuat saya lelah. Hanya saja, tuntutan ini yang pada akhirnya juga menjadi jalan saya untuk mencapai apa yang saya cita-citakan.

Sebelumnya saya nggak bisa mengurai rasa frustasi yang bikin burnout ini. Sekarang saya paham kenapa kok sampe hilang minat untuk menjalankan apapun. Emang rasanya mentok banget, nggak bisa ngapa-ngapain. Mau maju susah, mau mundur dah ngga bisa. Rasanya beneran nggak ada jalan keluar selain menyerah.

contoh ilustrasi support system di lingkungan kerja

Ilustrasi contoh support system di lingkungan kerja

Namun di saat saya mengalami cobaan seperti ini, saya bersyukur banget karena masih ada orang-orang yang mendengarkan dan mencoba memahami kondisi saya. Orang-orang inilah yang menjadi support system terbaik dan saya bisa melanjutkan perjuangan karena adanya dukungan dari mereka juga.

Saya sadar bahwa perjuangan yang saya lakukan belum tentu cukup untuk orang lain, terutama mereka yang selalu menuntut saya lebih tanpa mau memahami proses yang sudah dilalui. Tetapi bukan berarti saya akan berhenti dan diam atau nggak melanjutkan perjuangan ini. 

Baca juga:5 Langkah Membuat Ruang Kerja di Kamar

Mungkin suatu hari menyerah adalah satu-satunya pilihan saya. Menyerah untuk mencari validasi dari lingkungan yang nggak ingin memahami. Tapi saya akan terus melanjutkan perjuangan di lingkungan dengan orang-orang yang bisa mengerti bahwa apa yang saya usahakan akan membuahkan hasil yang manis suatu hari nanti, tanpa harus menuntut berlebih hal-hal yang ada di luar kendali saya.

Semoga konsistensi ini bisa selalu saya jaga. Ikhtiar, istiqomah, dan berdoa. Temen-temen yang sedang memperjuangkan hal yang sama, we're in this together!

Post a Comment

22 Comments

Ida Raihan said…
Semangat Kak. Semoga segera berlalu hal-hal yang menghalangi buat terus produktif dan maju.

Sering juga sih ngalamin hal kayak gini. Tapi gak kepikiran buat ke paikolog saya tu.
Mugniar said…
Bismillah .. dukungan orang-orang yang benar-benar peduli memang penting di saat stuck padahal kita masih ingin melanjutkan kehidupan.
Andiyani Achmad said…
semangat kak, aku pernah ngerasain apa yang kamu rasain selama setahun lebih, dan sisa-sisanya masih ada hingga sekarang.
Ada orang yang ingin kita menyerah. Tak sedikit pula orang yang mendukung kita agar terus bergerak maju, apapun hasilnya ya Mbak. Saya juga pernah di posisi ini. Tapi akhirnya yah, mendidik diri sendiri aja bahwa hidup itu hanyalah serangkaian pilihan. Jadi kalau harus memilih saya pilih yang membahagiakan saja, walau harus berjuang berdarah-darah. Tetap semangat ya Mbak. Salah sayang dari Serpong
Mbak, semoga segera membaik, ya. You're not alone. Mari berjuang bersama.
Wiwied Widya said…
Aku juga pernah berada di fase ini, beberapa kali malah. Mau konsultasi ke psikologi, aku ragu. Aku pikir mungkin aku aja yang lagi capek atau jenuh. Tapi emang susah si mau balik lagi. Semoga perjuangan mbak nanti happy ending ya.
Molly said…
Semangat terus mbak ngeblognya. Kalo lagi lelah, gak usah dipaksain. Lakuin hal2 yg buat hepi aja.
Mencari validasi dari org lain tuh aselikk bikin capeekk bgt
Daku udah masuk fase dahlaahh terserah org mo bilang apa.
Yg penting kita paham path yg akan kita jalani
Ayok mak tetap semangat untuk menulis, agar menjadi rekam jejak yang positif untuk yang membacanya dan melihat konten-kontennya.
Inna Riana said…
semangat makkk... aku juga baru pulih nih. intinya jangan dipendam nanti jadi jerawat eh jadi penyakit. dokter bilang penyakitku gegara stress, alhamdulillah skr sudah sembuh.
Semangat Kakak. Sudah tepat sepertinya meminta bantuan ahli, seorang psikolog. Biar paling tidak kita sharing apa yang kita rasakan dan dapat saran dari sisi kejiwaan dari praktisi yang berpengalaman. Semoga makin membaik ya kondisinya:)
Naqiyyah Syam said…
Tetap semangat Mbk dalam menjalani hidup, berdamai dengan diri dan memaafkan hati dan diri sendiri kemudian maju untuk menapak masa depan. Btw, aku juga pernah mengalami kena burnout dan wajah 2 mingguan jerawatan hiks.
Antung apriana said…
kadang memang ada masanya kita berhenti sejenak ya entah karena burn out atau memang ingin menyepi dari keramaian. aku sendiri sekarang juga lagi bingung mau ngapain sama blogku mau nulis apa kayak nggak ada bahan
Okti Li said…
Tetap semangat Mbak....
Saya merasakan dalam posisi itu. April tahun ini saya kena PHK. Padahal sepuluh tahun terakhir ini kehidupan kami sangat bergantung kepada penghasilan itu.
Namun saya sadar, sedih saja tidak cukup. Alhamdulillah meski recehan, saya tetap semangat ngambil job freelance dari ngeblog dan aktivitas sosial media. Alhamdulillah... Bisa buat nambah nambah beli pulsa
Dzulkhulaifah said…
Hai, Mbak. Gimana perasaannya saat ini? Alhamdulillah sudah bertemu dengan psikolog untuk minta bantuan, ya. Karena nggak banyak orang yang mau mengakui kelelahan batinnya dan mencari pertolongan. Semoga bisa bangkit kembali segera, ya. Semangaaat.
Gusti yeni said…
Mbak hanifa hebat tau akan kondisi diri sendiri yang sedang tidak baik baik saja akhirnya konsultasi ke psikolog.
Orang lain bisa jadi langsung dropp tdk berusaha mencari jalan konsultasi.

Semoga bisa semanfat lagi ya mba hanifa💪💪
Andy Hardiyanti said…
Yeay! Sama-sama berjuang, sama-sama kasih semangat ya mbak. Baca teks di atas tentang mengalah, bikin saya jadi ingat sama salah satu quote: Mengalah Bukan Berarti Kalah.
Semangat ya, Mbak.. Yang sudah Mbak Hanifa lakukan dengan menghubungi psikolog adalah pilihan yang tepat, Mbak..

Btw, Aku pernah berada di titik terendah juga. Saat itu aku ngga tau juga mau mengurai masalahnya gimana, wong masalahnya apa aja aku sendiri ngga paham. Aku merasa baik-baik aja, tapi saat itu sering banget tiba-tiba nangis. Rupanya, yang kubilang baik-baik saja di pikiran, ngga baik-baik aja di hati.

Aku perlu waktu berbulan-bulan untuk kembali semangat dan alhamdulillah setelah itu siklus menstruasiku juga kembali normal (waktu stres berat itu, siklus mens-ku kacau, aku bahkan ngga haid selama 3 bulan, padahal ngga hamil juga). Aku saat itu cuma banyakin sholat dan ngaji aja, minta kekuatan dan petunjuk sebenarnya aku ini kenapa. Gitu.

Sekali lagi, semangat ya, Mbak.. Semoga Allah beri kekuatan dan kemudahan untuk melewati ini semua. Aamiin.

echaimutenan said…
heyyy hayoo semangattt aku pun dari 2020 sudah jadi kepala rumah tangga ini dek. ngidupi 7 orang masyaallah tapi life must goon hayo semangat lagi insyaallah pasti ada bahagia dibalik sukar sepert janjiNya. semangat ya saling mendoakan
Idah Ceris said…
Betapa pentingnya support system ya, Mbak. Menguatkan bangett. Apalagi dari lingkungan terdekaat.
Saya sudah memilih menyerah dan keluar dari lingkungan yang bikin stres, dan akhirnya sekarang menemukan rasa bahagia mba.
tantiamelia.com said…
aaah peluuuk Hanifa
ada kalanya manusia dipaksa rehat memang, dari segala permasalah yang ada, dari segala pikiran bahkan dari sekedar bilang : "Mau"